Rabu, 06 Oktober 2010

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PENCERNAAN (LABIOPALATOSKISIS)

Definisi
Merupakan congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah

Klasifikasi
Cleft Lip : Hanya bibir yang terbelah bisa unilateral atau bilateral
Cleft Lip Palate : Bagian terbelah meliputi bibir dan palatum bisa unilateral atau bilateral
Cleft Palate : bagian yang terbelah hanya palatumnya (keras dan lembut)

Etiologi
Kegagalan dalam fase perkembangan embrionik  penyebab tidak diketahui
Factor keturunan
Kemungkinan berhubungan dengan mutan gen, keabnormalan chromosome
Insiden
Clept lip 1 : 1000 kelahiran laki-laki > perempuan
Cleft palte : 1 : 2500, prempuan > laki-laki

Patophysiology
Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester pertama
Cleft terjadi akibat Kegagalan proses nasal medial dan maxilaris untuk menyatu selama masa kehamilan 6 – 8 minggu
Cleft palatum terjadi akibat kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7 – 12 minggu
Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7 – 8 minggu masa kehamilan

Manifestasi Klinik
Pada clept Lip
Distorsi pada hidung tidak lengkapnya bentuk bibir
Tampak sebagian atau keduanya
Adanya celah pada bibir
Pada Cleft palatum
Tampak adanya celah pada uvula, palato lunak dank eras dan atau foramen incisive
Adanya rongga pada hidung
Distorsi hidung
Teraba adanya celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari

Komplikasi
Gangguan bicara dan pendengaran
Otitis media
Aspirasi
Distress pernafasan
Resiko infeksi saluran nafas
Pertumbuhan dan perkembangan terlambat

Pemeriksaan diagnostic
Rongent foto, MRI untuk evaluasi abnormal
Pemeriksaan fisik

penatalaksanaan/Pengobatan
Tergantung pada beratnya kecacatan
Prioritas pertama adalah pemberian nutrisi yang adequate
Mencegah komplikasi
Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan

Pembedahan : pada labio sebelum kecacatan palato, perbaikan dengan pembedahan usi 2 – 3 hari atau sampai usia beberapa minggu protesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kollapas maxillaries, merangsang pertumbuhan tulang dan membantu dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum pembedahan perbaikan.
Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 5 tahun, atau antara 6 bulan dan 2 tahun, tergantng pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.

Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mamupan menelan/kesukaran dalam makan akibat kecacatan/pembedahan
Resiko aspirasu berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palatoskizis
Resiko infeksi berhubungan dengan kecacatan/insisi pembedahan
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan/perawatan dirumah
Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi, sekresi yang miningkat
Gangguan interitas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi /kecatatan pada anak

Perencanaan
Mempertahankan nutrisi yang adekuat
Mencegah Aspirasi dan obastruksi jalan nafas
Mencegah Infeksi
Mempersiapkan orang tua untuk menerima keadaan bayi dan merawatnya di rumah
Meningkatkan rasa Nyaman
Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Mempertahakan keutuhan kulit
Meningkatkan bondig orang tua anak

Perencanaan Pulang
Ajarkan pemberian makan/minum dan cara merangsang minum
Ajarkan orang tua pencegahan infeksi
Ajarkan mencegah aspirasi
Ajarkan cara menangani aspirasi dan CPR
Ajarkan cara melakukan rangsangan bicara
Ajarkan cara merawat gigi dan mulut


Definisi
Kegagalan esophagus untuk membentuk saluran penghubung antara parynx ke lambung selama fase perkembangan embrio (4 – 6 minggu gestasi). Dan biasanya berhubungan dengan fistula trachea esophageal.
Etiology
Kegagalan perkembangan embrionik
Penyebab pasti tidak ditahui

Klasifikasi
Type I : segmen esophagus proximal dan distal tertutup  tidak ada hubungan ke trachea ( 10 – 15 % kasus)
Type II : segmen esophagus proximal terbuka masuk ke trachea melalui fistula, segmen diatal tertutup
Type III : segmen esophagus proximal tertutup, segmen diatal berhubungan dengan trachea melalui fistula (80 – 90 % kasus)
Type IV : atresia esophagus dengan fistula diantara proximal dan distal akhir dari trachea dan esophagus
Type V : kedua segmen esophagus proximal dan distal terbuka ke trachea melalui fistula (Type H)


Komplikasi
Pneumonia (aspirasi saliva reflux/regurgitasi cairan lambung)
GIT anomaly, anus imferporata

Manifestasi Klinik
Ibu hamil dengan hidramnion
Terdapat sekresi yang berlebihan
Air liur menetap
Sekresi dari hidung keluar banyak
Bayi lahir  menangis  batuk  sianosis
Distensi abdomen
Jika diberi minum/makan anak akan tersedak, batuk dan cianosis
Bila dipasang NGT akan terhenti + 8 – 10 cm dari lubang hidung

Evaluasi Diagnostik
Mengenali bayi denga TEF (polyhidranion/premature)
Observasi gejala spesifik yang timbul pada bayi
NGT tidak adapat masuk ke lambung
Hasil X-Ray tampak bayangan udara di esophagus proximal

Penanganan/Pengobatan
Penganan segera :
Menyangga bayi dengan sudut 200 untuk mencegah reflux lambung
Gastrostomy  mencegah aspirasi
Pengobatan yang sesuai untuk keadaan patologis/komplikasi yang timbul (pneumonia, CHF)
Supportive therapy  pemberian nutrisi, therapy cairan, antibiotic, alat Bantu pernafasan, mempertahankan suhu lingkungan yang normal
Tindakan operasi ( Gastrostomy, esophageal anastomose)

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya sekresi yang meningkat pada nasopharinx
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi akibat sekresi
Intake nutrisi tidak adequate berhubungan dengan reflux tracheo-esophageal
Resiko Imbalance cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake menurun dan kehilangan cairan lambung
Resiko injury berhubungan dengan prosedur operasi
Cemas berhubungan dengan keadaan penyakit anaknya dan ketidak mampuan dalam merawat anaknya
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anaknya

Management Keperawatan
Pengkajian
Kaji seperti prosedur bayi baru lahir
Observasi manifestai AE atau TEF (Excessive salivation, Tersedak, sianosis, apnea, peningkatan respiratory distress, distensi abdomen)
Kaji prosedur diagnostic (Radiography dada dan perut, kateter yang melewati esophagus)
Monitor tanda dan gejala distress pernafasan serta frekwensinya.


Implementasi
Meningkatkan Jalan nafas efektif
Intake nutrisi adequate
Pengajaran pada keluarga

Stenosis Pylorus Hypertrophy
Definisi
Keadaan congenital dimana otot-otot pylorus mengalami hypertrophy  obtruksi sebagian/total pada otot pylorus
Etiology
Belum jelas diketahui
Kemungkinan karena sel ganglion pylorus
Insiden
1 : 500 Kelahiran
4 : 1  laki-laki lebih dominant

Manifestasi Klinik
Biasanya pada bayi usia 3 – 4 minggu timbul muntah, secara terus-menurus  muntah proyektil
Konstipasi
BB sulit naik atau kehilangan BB
Dehidrasi
Pada palpasi teraba masa dikuaran atas perut
Terlihat gerakan peristaltic lambung
Anak selau lapar dan haus


Pemeriksaan Diagnostik
Alkalis metabolik
Kehilangan serum NaCl dan K
pH > 7
CO2 meningkat
Urine alkalis, konsentrasi >
Ht, Hb meningkat,
Hasil Photo barium Meal terdapat penyempitan saluran pylorus

Penatalaksanaan
Penanganan awal
Rehidrasi dan memperbaiki keseimbangan elektrolit
Menangani alkalosis
Persiapan operasi
Diagnosa Keperawatan
Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan muntah terus menerus
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anaknya

Pengkajian
Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berhubungan dengan kebiasaan makan dan pola makan
Observasi manifestasi klinik pylorus hypertrophy stenosis
 Muntah projectile  biasa terjadi setelah makan
 Bayi selalu lapar
 BB menurun
 terdapat tanda dehidrasi
 Distensi abdomen
Kaji prosedur diagnostic yang dilakukan

Implementasi
Cairan tubuh terpenuhi
- Pertahankan pemberian cairan secara IV
- Monitor data laboratorium  menentukan
- keseimbangan cairan dan elektrolit
- Monitor intake dan output dan BJ urine
- Monitor tanda vital dan berat badan
- Kaji turgor kulit dan membrane mucosa
- Nutrisi Adequat
- berikan makan setelah operasi dilakukan
Mulailan pemberian makanan secara oral dengan porsi kecil tapi sering  untuk mencegah muntah
Observasi dan catat respon bayi/anak terhadap makanan  untuk menentukan jumlah dan jenis makanan yang akan diberikan
Rencanakan pemberian ASI bila kondisi anak sudah baik
Invaginasi
Definisi
Kondisi terjadinya invaginasi sebagian usus bagian proximal masuk kebagian distal usus
Etiology
Biasanya tidak diketahui kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya moilitas usus
Factor predisposisi
Diverticulum Meckel
Polyp/kista dalam dinding
Malrotasi usus
Acut enteritis
Cacing
Diare

Manifestasi Klinik
Biasa timbul pada bayi usia 4 – 10 bulan (50 – 70%) dan anak antara 1 -2 tahun
Tanda/gejala
Nyeri perut paroksimal
Muntah-muntah
Setelah 24 jam berak lender dan darah tanpa tinja
Distensi abdomen
Palpasi teraba tumor
Dehidrasi/demam
Ada tanda-tanda syok


Pemeriksaan Diagnostik
Photo abdomen tegak  tampak bagian paroximal invaginasi, bagian distal kosong
Barim enema
Penatalaksanaan
24 – 48 jam pertama setelah gejala timbul  dicoba dengan pendorongan barium enema
Bila gagal/timbul peritonitis  operasi

Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus
Imbalance cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah-muntah
Perubahan eliminasi berhubungan dengan obtruksi usus
Distress pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
Cemas berhubungan dengan kondisi penyakit anaknya

Intervensi Keperawatan
Pre operasi
Mempertahankan/mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit  monitor therapy cairan parenteral
Mencegah muntah dan aspirasi (pemasangan NGT, NPO)
Persiapan operasi jika ada tanda syok, demam meningkat
Persiapan tranfusi
Observasi tanda vital
Menurunkan temperatur

Post Operasi
Memberikan perawatan post op dengan baik, observasi kemungkinan komplikasi
Mempertahankan dekompresi perut
 Klien dipuasakan, beri perawatan mulut
 Catat, laporkan bila ada platus (+), feces (+)  peristaltic baik, klien boleh makan peroral
+ Mulai pemberian air gula
+ Beri porsi kecil tapi sering


Penyakit Hirscprung
Definisi
Keadaan kongennital dimana tidak terdapat sel-sel syaraf ganglion parasimpatik pada satu segmen usus bagian distal, terbanyak di rectosigmoid

Etiology
Penyebab tidak diketahui mungkin karena herediter
Tidak adanya ganglion parasimpatis pada daerah distal colon

Gangguan Physiologis
Tidak adanya/berkutangnya sel ganglion parasimpatik didalam flexus aurbach
Tidak terjadi peristaltic pada bagian usus yang terkena
+ Bagian ini biasanya menyempit  feces tidak bisa lewat
+ Usus bagian atas darai sisi yang terkena, terakumulasi feces
Bagian proximal dari sisi yang terkena dari colon berdilatasi  diisi dengan bahan feces + gas  hypertrophy otot
Spincter anus/rectal bagian dalam gagal untuk relax dan mengeluarkan feces + gas  abdominal distensi, konstipasi


Manifestasi Klinik
Tergantung dari derajat usus yang dipengaruhi
Muncul sejak lahir/minggu pertama kehidupan
Tidak ada meconiium
Muntah
Distensi abdomen
Konstipasi
Diare
Anorexia
Pada anak dan dewasa
Konstipasi
Distensi abdomen secara progresif
Dinding abdomen tipis  vena vena terlihat
Aktivitas peristaltic dapat diobservasi
Konstipasi
Kegagalan untuk tumbuh  malnutrisi

Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan rectal, rectal biopsi
Pemeriksaan Ro photo barium enema

Penangan/ tindakan
Keadaan acut  wash out dengan garam fisiologis
Usia anak besar + gejala kronik  enema isotonic, diet rendah sisa
Colostomy/illeustomy  decompresi usus, istirahatkan usus
Pengangkatan segmen aganglionik, diikuti dengan anastomose dan memperbaiki fungsi rectal bagian dalam


Diagnosa Keperawatan
Konstipasi berhubungan dengan obstruksi
Resiko kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan intake kurang, mual dan muntah
Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan prosedur pembedahan dan adanya insisi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan gastrointestinal
Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kebutuhan irigasi, pembedahan, dan perawatan colostomy
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan colostomy dan irigasi


Implementasi
Mencegah atau mengatasi konstipasi dan mempertahankan hidrasi
Mencegah infeksi pembedahan dan colostomy serta mempertahankan keutuhan kulit sekitar area pembedahan
Mempertahankan status nutrisi yang adekuat
Memberikan kontrol nyeri yang adekuat
Meningkatkan pengetahuan tentang kondisi pada orang tua dan anak



Perencanaan Pulang
Instruksikan orang tua untuk mendemonstrasikan cara irigasi dan perawatan colostomy
Ajarkan orang tua cara mengkaji distensi abdomen dan obstruksi
Ajarkan orang tua mengkaji bising usus
Anal Malformasi
Definisi
Adalah tidak komplinya perkembangan embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal.
Etiologi
Secara pasti belum diketahui
Merupakan anomaly gastrointestinal dan genitourinary

Manifestasi Klinis
Kegagalan lewatnya mekonium saat/setelah lahir
Tidak ada atau stenosiskanal rectal
Adanya membrane anal
Fistula eksternal pada perineum

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik restum, kepatenan rectal dan dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari
Untrasound dan CT scan untuk menentukan lesi.

Penatalaksanaan Terapeutik
Pembedahan, kolostomi, transversokolostomi (kolostomi di kolon Transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi di sigmoid). Bentuk yang aman adalah double barrel atau laran ganda.

Pengkajian
Kaji bayi setelah lahir pemeriksaan fisik
Tanpa mekonium dalam 24 jam setelah lahir
Gunakan thermometer rectal untuk menentukan kepatenan rectal
Adanya tinja dalam urine dan vagina
Kaji psikososial keluarga

Diagnosa Keperawatan
Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi ekskretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kondsisi bayi
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kebutuhan perawatan di rumah dan pembedahan


Implementasi
Meningkatkan fungsi usus dan integritas kulit
Mencegah infeksi
Memberikan support emosional
Memberikan pengajaran untuk perawatan di rumah


DIARE
Definisi
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar lebih dari 3 X sehari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gr.
Etiologi
- Faktor infeksi
- Faktor Malabsrpsi
- Faktor Makanan
- Faktor Psikologis


PATOFISIOLOGI
Gangguan Osmotik
Gangguan sekresi
Gangguan motilitas usus

Kalsifikasi Diare
Ringan
Frekuensi BAB 2 – 3 X perhari, feces encer, demam, kemungkinan muntah, tidur terganggu, rewel, kehilangan cairan sampai 5 % dari berat badan, dehidrasi ringan
Sedang
Kejadian secara perlahan-lahan dengan ciri-ciri : dehidrasi ringan, kehilangan cairan sampai 5 – 10 % dari berat badan
Berat
Kejadian secara tiba-tiba, resiko kematian tinggi pada bayi dan anak, diare berat ditandai dengan frekuensi BAB 2 – 12 X perhari, warna feces kehijauan dan encer, terdapat mucus dan darah, demam tinggi, muntah, anorecsia, kram abdomen, stupor, irritable, konvulsi, dehidrasi berat, kehilangan cairan 10 – 15 % dari berat badan.


Gejala klinik
Tergantung dari derajat dan type diare yaitu :
BAB lebih dari 3 x dengan jumlah 200 – 250 gr
Anoreksia, muntah
Feces encer dan terjadi perubahan warna dalam beberapa hari
Terjadi perubahan tingkah laku : rewel, irritable, lemah, pucat, konvulsi, flasifdity dan merasa nyeri saat BAB
Respirasi cepart dan dalam
Kehilangan cairan /dehidrasi : urine output menurun, turgor kulit jelek, kulit kering, terdapat fontanel cekung, sunken eyes, penurunan tekanan darah.

Diagnosa Keperawatan
Deficit volume cairan tubuh b/d vomiting, diare
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan tubuh mengabsorpsi
Resiko terjadinya gangguan integritas kulit
Nyeri b/d distensi abdomen/kram perut
Activity intolerance b/d kelemahan
Kurangnya pengetahuan orang tua
Cemas b/d kondisi anaknya

Implementasi
Rehidrasi
Mempertahankan integritas kulit
Mencegah penyebaran infeksi
Meningkatkan nutrisi optimum
Meningkatkan pengetahuan orang tua
Menurunkan takut/cemas


I. Pengertian
Suatu keadaan kekurangan atau tidak adekuatnya nutrisi. Istilah lain adalah undernutrisi, juga termasuk keadaan nutrisi; overnutrisi yang dimanifestasikan sebagai obesitas atau hyperavitaminosis.
II. Klasifikasi Kurang Kalori Protein
Menurut derajat Beratnya KKP
Klasifikasi Menurut Gomes
Klasifikasi didasarkan atas berat badan indivudu dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur.

Kwashiorkor
Disebabkan oleh kekuranan protein, baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Kurangan protein dalam makanan  kekurangan asam amino essensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis, metabolisme dan pertumbuhan serta perbaikan sel. Anak mengalami kekurangan vitamin A, minral (besi, kalsium, seng)
Marasmus
Disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein. Kekurangan protein biasnya minimal atau tidak ada.

Faktor Penyebab KKP
Faktor diet
Peranan sosial
Faktor kepadatan penduduk
Faktor infeksi
Peranan kemiskinan

Manifestasi Klinik
KKP ringan dapat ditemui pada anak 9 – 2 tahun, gejala klinik yang dapat ditemukan :
Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
Kenaikan berat badan berkurang, terhenti dan adakalanya berat badan menurun
Ukuran LLA menurun
Maturasi tulang terlambat
Rasio berat terhadap tinggi; Normal atau Menurun
Tebal Lipatan kulit Normal atau menurun
Anemia ringan
Aktivitas dan perhatian anak berkurang dibanding anak lain
Kelainan kulit atau rambut jarang ditemukan, tapi kadang terjadi


Kwashiorkor
BB Dibawah 80 %, terdapat edema, TB berkurang terutama KKP yang sudah berlangsung lama
Banyak menagis, pada stadium lanjut terlihat sangat apatis
Edema ringan atau berat ditemukan pada sebagian besar klien kwashiorkor, asites dapat mengiringi edema.
Klien menolak segala macam makanan, Diare, faece cair dan banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi lactose dan enzim disakarida lain, kadang ditemukan cacing dan parasit.
Rambut mudah dicabut, kusam, kering, halus, jarang dan warnanya berubah. Warna rambut hitam  merah, coklat, kelabu, atau putih.
Perubahan kulit Terjadi Crazy parament dermatosis  kering dan bersisik
Albumin serum rendah, Globulin serum kadang menurun, kolesterol serum rendah.

Marasmus
Penampilan  Muka terlihat tua, anak sangat kurus
Perubahan mental  Anak menagis setelah makan, kesadaran menurun sampai apatis pada marasmus berat.
Kelainan kulit tubuh  kulit kering, dingin, Mengendor karena kehilangan lemak dibawah kulit dan penurunan massa otot.
Rambut kepala  kering tipis dan mudah rontok
Lemak dibawah kulit  hilang hingga turgor berkurang
Otot  atropi sehingga hingga tulang terlihat jelas
Saluran Cerna  Diare atau konstipasi
Jantung  bradikardi
Tekanan darah  lebih rendah disbanding anak seumur
Saluran nafas  frekwensi nafas menurun
System darah  Hb Rendah

Kwashiorkor Marasmik
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Berat badan menuru 60% dibawah normal, edema, kelaianan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimia darah.

Dampak KKP
Sistem GIT
Hepar
Pancreas
Ginjal
Jantung
Perkembangan mental
Dampak KKP jangka Panjang
- Penyakit infeksi : TBC, Radang paru lain, Disentri
- Defisiensi zat gizi lain : Xerpthalmia, stomatitis, dll
- System syaraf pusat  kecerdasan menurun

Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d tidak adekuat-nya intake nutrisi
Kurangnya volume cairan tubuh b/d intake cairan berkurang
Gangguan intergitas kulit b/d tidak adanya kandungan makanan yang cukup, bedrest, penekkanan pada daerah menonjol
Resiko infeksi b/d gangguan respon immune sekunder akibat malnutrisi
Konstipasi b/d intake cairan kurang, bedrest
Diare b/d gangguan motilitas usus akibat infeksi saluran cerna
Kurangnya pengetahuan b/d tidak tahunya memberikan intake yang adekuat pada anak
Potensial gangguan tukem b/d Tidak adekuatnya nutrisi, proses penyakit

Selasa, 05 Oktober 2010

GAGAL GINJAL
Arwil Fadillah,S.Kep,Ns

GAGAL GINJAL AKUT
DEFINISI
Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah (misalnya urea).
ETIOLOGI
Berkurangnya aliran darah ke ginjal
Penyumbatan aliran kemih
Trauma pada ginjal
Kenaikan kapasitas vaskular
Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
GEJALA
Gejala-gejala yang ditemukan pada gagal ginjal akut:
Nokturia (berkemih di malam hari)
Oliguria dan anuria
Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki
Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
Perubahan mental atau suasana hati
Kejang
Tremor tangan
Mual, muntah
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Aktivitas/ Istrahat
Sirkulasi
Eliminasi
Makanan Cairan
Neurosensori
Nyeri/Kenyamanan
Pernapasan
Keamanan
Penyuluhan
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Volume cairan, perubahan, kelebihan b/d memepengaruhi regulatori (gagal ginjal) denagn retensi air.
Intervensi:
Awasi denyut jantung, TD, dan CVP. R/ takikardia dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine, pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipertensi, perubahan pada sistem renin- angiotensi
Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah. R/ dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbanagn elektrolit atau terjadinya hipoksia.

Resiko terhadap curah jantung menurun b/d kelebihan cairan, perpindahan cairan, defisit cairan, ketidakseimbanhgan elektrolit dan efek uremik pada otot jantung atau oksigenasi.
Intervensi:
Awasi TD dan frekuensi jantung. R/ kelebihan volume cairan, disertai dengan hipertensi dan efek uremia, meningkatakan kerja jantung dan dapat menimbulkan gagal jantung.
Kaji warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku, perhatikan waktu penigisisn kapiler. R/ pucat mungkin menunjukkan vasokonstriksi atau anemia. Sianosis mungkin berhubungan dengan kongesti paru dan gagal janrung.

Resiko tinggi terhadap kurang nutrisi dari kebututhan tubuh b/d katabolisme protein, pembatasan diet untuk menurunkan produk sisa nitrogen, peningkatan kebutuhan metabolik dan anoreksia, mual/ muntah, ulkus ukosa mulut.
Intervensi:
Berikan makanan sedikit dan sering. R/ meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/ menurunnya peristaltik.
Timbang BB setiap hari, R/ pasien puasa/ katabolik akan secara normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbanagn cairan.

Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi, prosedur invasif/alat dan perubahan pemasukan diet atau malnutrisi
Intervensi:
Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf. R/ menurunkan resiko kontaminasi silang.
Dorong napas dalam, batuk dan perubahan posisi sering. R/ mencegah atelektasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan resiko infeksi paru.
Kaji integritas kulit. R/ ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.

Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.
Intervensi:
Berikan cairan yang diizinkan selama periode 24 jam. R/ fase diuretik GGA dapat berlanjut pada fase oliguria bila pemasukan cairan tidak dipertahankan atau terjadi dehidarasi nokturnal.
Kontrol suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur. R/ menurunkan diaforesis yang memperberat kehilangan cairan.

Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik/ pembatasan diet, anemia dan peningkatan kebutuhan energi.
Intervensi:
Rencanakan periode istirahat adekuat. R/ mencengah kelelahan berlebihan dan menyimoan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan.
Tingkatakan tingkat partisipasi sesuai toleransi pasien. R/ meningkatakan rasa membaik/ meningkatkan kesehatan, dan membatasi prustasi.

. Kurang pengetahuan b/d kurang mengingat, salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
Intervensi:
Kaji ulang proses penyakit, prognosis, dan faktor pencetus bila diketahui. R/ memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah episode akut berlalu. R/ pasien dapat mengalami defek sisa pada fungsi ginjal yang mungkin sementara.
Diskusikan dialisis ginjal atau transplantasi bila ini merupakan bagian yang mungkin akan dilakukan dimasa mendatang. R/ meskipun bagian ini akan diberikan sebelumnya oleh dokter pasien boleh mengetahui dimana keputusan harus dibuat dan mungkin memerlukan masukan tambahan.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
menunjukkan halularan urine tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal.
mempertahankan curah jantung normal.
mempertahankan atau meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan.
melaporkan perbaikan rasa berenergi.
tak mengalami tanda atau gejala infeksi.
menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang.
menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit, prognosis dan pengobatan.
GAGAL GINJAL KRONIS
DEFINISI
Gagal Ginjal Kronis adalah kemunduran perlahan dari fungsi ginjal yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah (azotemia).
ETIOLOGI
- Tekanan darah tinggi (hipertensi) - Penyumbatan saluran kemih - Glomerulonefritis - Kelainan ginjal, misalnya penyakit ginjal polikista - Diabetes melitus (kencing manis) - Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik.
GEJALA
Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium
- nokturia, penderita sering berkemih di malam hari karena ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sebagai akibatnya volume air kemih bertambah
- tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air. Tekanan darah tinggi bisa menyebabkan stroke atau gagal jantung
GEJALA (LANJUTAN)
- letih, mudah lelah, kurang siaga
- kedutan otot, kelemahan otot, kram
-perasaan tertusuk jarum pada anggota gerak - hilangnya rasa di daerah tertentu
- kejang terjadi jika tekanan darah tinggi atau kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak
- nafsu makan menurun, mual, muntah
- peradangan lapisan mulut (stomatitis)
- rasa tidak enak di mulut
- malnutrisi
- penurunan berat badan.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Aktivitas/ Istrahat
Sirkulasi
Integritas Ego
Eliminasi
Makanan Cairan
Neurosensori
Nyeri/Kenyamanan
Pernapasan
Keamanan
Seksualitas
Interkasi Sosial
Penyuluhan
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerj miokardial dan ketahanan vaskular sistemik.
Intervensi
auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskular dan keluhan dispnea. R/ s3 – s4 dengan tonus mufled, takikardia, frekuensi jantung tak teratur, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi dan edema/distensi jugular menunkjukkan distensi GGK
kaji adanya derajat hipertensi, awasi TTd, perhatikan perubahan postural, contoh duduk, berdiri dan berbaring. R? Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin – angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal). Meskipun hipertensi umum, hipotensi orthostatic dapat terjadi sehubungan dengan defisit cairan, respon terhadap obat anti hipertensif atau tamponade perikardial uremik.
Resiko tinggi terhadap cedera b/d penekanan produksi sekresi eritropoetin, penurunan produksi dan SDM hidupnya, gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan kapiler.
perhatikan keluhan peningkatan kelelahan kelemahan. Observasi takikardi, kulit – membran mukosa pucat dispnea dan nyeri dada. Rencanakan aktivitas pasien untuk menghindari kelelalhan. R/ dapat menunjukkan anemia, dan respon jantung untuk mempertahankan oksigenasi sel.
awasi tingkat kesadaran dan perilaku. R/ anemia dapat menyebabkan hipoksia serebral dengan perubahan mental, orientasi dan respon perilaku.

Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d gangguan status metabolik, sirkulasi dan sensasi (neuropati perifer).
inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura. R/ manandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus – infeksi.
pantau masukan cairan dan hidarsi kulit dan membran mukosa. R/ memdeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebiahan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.

Resiko tinggi terhadap perubahah membran mukosa oral b/d penurunan salivasi, pembatasan cairan.
inpeksi rongga mulut : perhatikan kelembaban, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi, leukoplakia. R/ memberi9kan kesempatan untuk intervensi segera dan mencegah infeksi.
berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan. R/ mencegah kekeringan mulut berlebihan dari periode lama tanpa masukan oral..

Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif.
kaji ulang proses penyakit/prognosis dan kemungkinan yang dialami . R/ memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
kaji ulang pembatasan diet termasuk fosfat (contoh produk susu, unggas, jagung, kacang) dan magnesium ( produk gandum, polong-polongan). R/ pembatasan fosfat merangsang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium dari tulang (osteodistrofi ginjal) dan akumulasi magnesium dapat mengganggu fungsi neurologis mental.

Ketidakpatuhan b/d sistem nilai pasien : keyakinan kesehatan.
yakinkan persepsi – pemahaman pasien/orang terdekat terhadap situasi. R/ memberikan kesadaran bagaimana pasien memandang penyakitnya sendiri dan program pengobatan dan membentuk dalam memahami masalh pasien.
tentukan sistem nilai (keyakinan perawatan kesehatan dan nilai budaya). R/ program terapi mungkin tidak sesuai dengan [pola hidup sosial/budaya dan rasa tanggung jawab/peran pasien
3. Evaluasi
tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal
menunjukkan perbaikan nilai lab
meningkatkan tingkat mental biasanya
menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegak kerusakan kulit
mempertahankan integritas membran mukosa
menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Menyatakan pengetahuan akurat tentang penyakit dan pemahamn program terapi.

Senin, 04 Oktober 2010

ASUHAN KEPERAWATAN

• Perawatan Luka Bakar Selama Fase Darurat/ Resusitasi
Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada fase darurat luka bakar berfokus pada prioritas utama bagi setiap pasien trauma dengan luka sebagai permasalahan sekunder. Penanganan aseptik luka bakar dan pemberian infus yang invasif harus diteruskan.
Tanda-tanda vital harus diperiksa sesering mungkin. Status respirasi dipantau dengan ketat. Denyut nadi apikal, karotid dan femoral dievaluasi. Pemantauan jantung merupakan indikasi jika pasien memiliki riwayat penyakit jantung, cedera listrik atau masalah respirasi, atau bilamana irama denyut nadinya terganggu, atau frekuensi nadinya abnormal lambat atau cepat.
Jika semua ekstremitas terbakar, pengukuran tekanan darah mungkin sulit dikerjakan. Balutan steril yang ditaruh di bawah manset tensimeter akan melindungi luka terhadap kemungkinan kontaminasi. Karena bertambahnya edema membuat tekanan darah sulit di auskultasi, alat Doppler (ultrasound) atau tensimeter elektronik yang non invasif dapat membantu. Pada luka bakar yang berat, kateter arteri digunakan untuk mengukur tekanan darah dan mengambil spesimen darah. Denyut nadi perifer pada ekstremitas yang terbakar harus diperiksa setiap jam sekali. Alat Doppler juga berguna untuk memantau denyut nadi perifer.
Selang infus yang berdiameter besar dan kateter urine indwelling harus dipasang. Pengkajian perawat mencakup pemantauan asupan dan keluaran cairan. Haluaran urine yang merupakan indikator yang sangat baik untuk menunjukkan status sirkulasi harus dipantau dengan cermat dan diukur setiap satu jam. Jumlah urine yang diperoleh pertama kali ketika kateter urine di pasang harus dicatat, karena data ini dapat membantu menentukan fungsi renal dan status cairan sebelum pasien mengalami luka bakar. Berat jenis urine; pH; dan kadar glukosa, aseton, protein serta nilai hemoglobin harus sering dinilai.
Warna urine yang kemerahan menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobin yang terjadi akibat kerusakan otot karena luka bakar yang dalam dengan disertai cedera listrik atau kontak yang lama dengan nyala api. Glukosuria merupakan gejala yang sering ditemukan pada jam-jam pertama pasca-luka bakar dan terjadi akibat pelepasan glukosa yang disimpan dari dalam hati sebagai respons terhadap stres.
Meskipun bukan merupakan informasi untuk menghitung kebutuhan cairan pasien, perawat harus mengetahui volume maksimal cairan yang harus diperoleh pasien. Alat pemompa infus dan pengatur kecepatan infus sangat berguna untuk melaksanakan terapi cairan yang rumit dengan benar menurut instruksi dokter. Pemantauan terapi cairan intravena merupakan tanggung jawab keperawatan yang utama.
Suhu tubuh, berat badan, riwayat berat pra-luka bakar, alergi, imunisasi tetanus masalah medik serta bedah pada masa lalu, penyakit yang sekarang dan penggunaan obat harus dinilai. Pengkajian dari kepala hingga ujung kaki dilakukan denga berfokus pada tanda-tanda dan gejala dari penyakit atau cedera yang menyertai atau komplikasi yang timbul.
Pengkajian terhadap luas luka bakar harus berkesinambungan dan difasilitasi dengan menggunakan diagram anatomik. Disamping itu, perawat harus bekerjasama dengan dokter untuk mengkaji dalamnya luka bakar serta mengidentifikasi daerah-daerah luka bakar derajat dua dan tiga.
Pengkajian neurologik berfokus pada tingkat kesadaran pasien, status fisiologik, tingkat nyeri serta kecemasan, dan perilaku pasien. Pemahaman pasien dan keluarganya terhadap cedera serta penanganannya juga perlu dinilai.
Diagnosa Keperawatan :
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
Intervensi :
 Berikan oksigen yang sudah dilembabkan.
 Kaji bunyi napas, frekuensi pernapasan, irama, dalam dan simetrisnya pernapasan. Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia.
Amati hal-hal berikut :
a. Eritema atau pembentukan bula(lepuh) pada mukosa bibir dan pipi.
b. Lubang hidung yang gosong.
c. Luka bakar pada muka, leher atau dada.
d. Bertambahnya keparauan suara.
e. Adanya hangus dalam sputum atau jaringan trakhea dalam sekret respirasi.
Pantau hasil gas darah arteri, hasil pemeriksaan oksimetri denyut nadi dan kadar karboksi-hemoglobin.
Laporkan pernapasan yang berat, penurunan dalamnya pernapasan, atau tanda-tanda hipoksia dengan segera kepada dokter.
Bersiap untuk membantu dokter dalam intubasi dan eskarotomi.
Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat ventilator mekanis.
Rasional
Oksigen yang dilembabkan akan memberikan kelembaban pada jaringan yang cedera; suplementasi oksigen meningkatkan oksigenasi alveoli.
Hasil pengkajian ini memberikan data dasar untuk pengkajian selanjutnya dan bukti peningkatan penurunan pernapasan.
Peningkatan pCO2 dan penurunan PO2 serta saturasi O2 dapat menunjukkan perlunya ventilasi mekanis.
 Intervensi yang segera diperlukan untuk mengatasi kesulitan pernapasan.
 Intubasi memungkinkan ventilasi mekanis. Eskarotomi memudahkan ekskursi dada pada luka bakar yang meningkat.
 Pemantauan memungkinkan deteksi dini penurunan status respirasi atau komplikasi pada ventilasi mekanis.
2. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap.
Intervensi :
 Pertahankan kepatenan jalan napas melalui pemberian posisi pasien yang tepat, pembuangan sekresi dan jalan napas artifisial bila diperlukan.
 Berikan oksigen yang sudah dilembabkan.
 Dorong pasien agar mau membalikkan tubuh, batuk dan napas dalam. Anjurkan agar pasien menggunakan spirometri insentif. Tindakan pengisapan jika diperlukan.
Rasional :
 Jalan napas yang paten sangat krusial untuk fungsi respirasi.
 Kelembaban akan mengencerkan sekret dan mempermudah ekspektorasi.
 Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pembuangan sekresi.
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dan luka bakar.
Intervensi :
 Amati tanda-tanda vital (yang mencakup tekanan vena sentral atau tekanan arteri pulmonalis jika perlu), haluaran urine, dan waspada terhadap tanda-tanda hipovolemia atau kelebihan beban cairan.
 Pantau haluaran urine sedikitnya setiap jam sekali dan menimbang berat badan pasien setiap hari.
 Pertahankan pemberian infus dan mengatur tetesannya pada kecepatan yang tepat sesuai dengan program medik.
 Amati gejala defisiensi atau kelebihan kadar natrium, kalium, kalsium, fosfor dan bikarbonat.
 Naikkan bagian kepala tempat tidur pasien dan tinggikan ekstremitas yang terbakar.
 Beritahu dokter dengan segera jika terjadi penurunan haluaran urine, tekanan darah, CVP, tekanan arteri pulmonalis atau peningkatan frekuensi denyut nadi.
Rasional :
 Hipovolemia merupakan risiko utama yang segera terdapat sesudah luka bakar. Resusitasi berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban cairan.
 Haluaran urine dan berat badan memberikan informasi tentang perfusi renal, kecukupan penggantian cairan, dan kebutuhan serta status cairan.
 Pemberian cairan yang adekuat diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta perfusi organ-organ vital adekuat.
 Perubahan yang cepat pada status cairan dan elektrolit mungkin terjadi dalam periode pasca luka bakar.
 Peninggian akan meningkatkan aliran balik darah vena.
 Karena terjadinya perpindahan cairan yang tepat pada syok luka bakar, defisit cairan harus dideteksi secara dini sehingga syok sirkulasi tidak terjadi.
4. Hipotermia berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.
Intervensi :
 Berikan lingkungan yang hangat dengan penggunaan perisai pemanas, selimut berongga, lampu atau selimut pemanas.
 Bekerja dengan cepat kalau lukanya terpajan udara dingin.
 Kaji suhu inti tubuh dengan sering.
Rasional :
 Lingkungan yang stabil mengurangi kehilangan panas lewat evaporasi.
 Pajanan yang minimal mengurangi kehilangan panas dari luka.
 Kaji suhu tubuh yang frekuen membantu mendeteksi terjadinya hipotermia.
5. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak emosional cedera.

Intervensi :
 Gunakan skala nyeri untuk menilai tingkat rasa nyeri (yaitu 1 hingga 10). Bedakan dengan keadaan hipoksia.
 Berikan preparat analgetik opioid menurut program medik. Amati kemungkinan supresi pernapasan pada pasien yang tidak memakai ventilasi mekanis. Lakukan penilaian respons pasien terhadap pemberian analgetik.
 Berikan dukungan emosional dan menentramkan kekhawatiran pasien.
Rasional :
 Tingkat nyeri memberikan data dasar untuk mengevaluasi efektivitas tindakan mengurangi nyeri. Hipoksia dapat menimbulkan tanda-tanda serupa dan harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum pengobatan nyeri dilaksanakan.
 Penyuntikan preparat analgetik intravena diperlukan karena terjadinya perubahan perfusi jaringan akibat luka bakar.
 Dukungan emosional sangat penting untuk mengurangi ketakutan dan ansietas akibat luka bakar. Ketakutan dan ansietas akan meningkatkan persepsi nyeri.
• Perawatan Luka Bakar Selama Fase Akut
Pengkajian
Pengkajian yang berkesinambungan terhadap pasien luka bakar selama minggu-minggu pertama sesudah terjadinya luka bakar berfokus pada berbagai perubahan hemodinamika, proses kesembuhan luka, rasa nyeri dan respons psikososial serta deteksi dini komplikasi. Pengkajian terhadap status respirasi dan cairan tetap merupakan prioritas paling utama untuk mendeteksi komplikasi potensial.
Tanda-tanda vital harus diukur dengan sering. Pengkajian yang berkesinambungan terhadap denyut nadi perifer merupakan pemeriksaan yang esensial selama beberapa hari pertama pasca-luka bakar ketika edema terus bertambah sehingga berpotensi untuk merusak saraf perifer dan membatasi aliran darah. Hasil observasi EKG dapat memberikan petunjuk adanya aritmia jantung akibat gangguan keseimbangan kalium, penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya atau efek dari cedera listrik atau syok luka bakar.
Pengkajian terhadap volume isi lambung yang tersisa (residu) dan nilai pH pada pasien yang dipasang selang nasogastrik juga merupakan pemeriksaan yang penting dan memberikan petunjuk adanya sepsis yang dini atau kebutuhan akan terapi antisida. Darah dalam cairan aspirasi lambung atau feses juga harus dicatat dan dilaporkan.
Pengkajian terhadap luka bakar memerlukan mata, tangan dan indera pembau yang berpengalaman. Ciri-ciri pengkajian luka bakar yang penting mencakup ukuran, bau, eskar, eksudat, pembentukan abses dibawah eskar, calon pertumbuhan epitel (kumpulan sel-sel yang kecil dan menyerupai mutiara pada permukaan luka), perdarahan, penampakan jaringan granulasi, kemajuan proses pencangkokan kulit serta lokasi donor, dan kualitas kulit disekitarnya.
Pengkajian lain yang signifikan dan harus terus dilaksanakan ditujukan pada rasa nyeri dan respons psikososial, berat badan tiap hari, asupan kalori, status hidrasi secara umum dan kadar elektrolit, hemoglobin serta hematokrit dalam serum. Pengkajian terhadap perdarahan yang berlebihan dari pembuluh darah di dekat daerah yang menjalani eksplorasi bedah dan debridemen juga di perlukan.
Diagnosa keperawatan :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler dan perpindahan cairan dari kompartemen interstisial kedalam kompartemen intravaskuler.
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, asupan dan haluaran cairan, berat badan. Kaji edema, distensi vena jugularis dan krekels.
 Beritahu dokter jika haluaran urine < 30 ml/jam, terjadi penambahan berat badan, distensi vena jugularis, ronkhi, peningkatan CVP, tekanan arteri pulmonalis, tekanan baji.
 Pertahankan cairan infus dengan pompa infus atau alat pengendali kecepatan tetesan.
 Berikan preparat diuretik atau dopamin seperti yang diprogramkan. Menilai respons.
Rasional :
 Tanda dan gejala ini mencerminkan status cairan.
 Semua tanda ini menunjukkan peningkatan volume cairan.
 Pengaturan infus akan mencegah bolus cairan yang tidak disengaja.
 Dopamin akan meningkatkan perfusi renal yang meningkatkan haluaran urine. Diuretik meningkatkan pembentukan urine serta haluaran urine dan menurunkan volume intravaskuler.
2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respons imun.
Intervensi :
 Gunakan tindakan asepsis dalam semua aspek perawatan pasien.
 Lakukan skrining terhadap para pengunjung untuk mendeteksi masalah respirasi, gastrointestinal atau integumen. Mengharuskan pengunjung yang tidak menderita infeksi yang aktif untuk mengenakan gaun atau jubah yang steril dan memintanya untuk mencuci tangan.
 Singkirkan tanaman dan bunga dalam air dari kamar pasien.
 Inspeksi luka untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi, drainase yang purulen atau perubahan warna.
 Pantau hitung leukosit, hasil kultur dan tes sensitivitas.
 Berikan antibiotik sesuai dengan preskripsi medik.
 Lakukan penggantian linen dan membantu pasien dalam memelihara higiene perorangan.
Rasional :
 Teknik aseptik akan meminimalkan risiko kontaminasi-silang dan penyebarluasan kontaminasi bakteri.
 Menghindari agens penyebab infeksi yang dikenali akan mencegah masuknya mikroorganisme tambahan.
 Air yang menggenang merupakan sumber potensial bagi pertumbuhan bakteri.
 Tanda-tanda tersebut menunjukkan infeksi lokal.
 Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan infeksi lokal.
 Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan infeksi. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas menunjukkan mikroorganisme yang ada dan antibiotik yang tepat harus diberikan.
 Antibiotik mengurangi jumlah bakteri.
 Tindakan ini mengurangi potensi kolonisasi bakteri pada luka bakar.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keadaan hipermetabolisme dan kesembuhan luka.
Intervensi :
 Berikan diet tinggi kalori dan tinggi protein; mencakup kesukaan pasien dan makanan yang dibuat dirumah. Berikan suplemen nutrisi sesuai dengan ketentuan medik.
 Pantau berat badan pasien dan jumlah asupan kalorinya setiap hari.
 Berikan suplemen vitamin dan mineral sesuai dengan ketentuan medik.
 Berikan nutrisi enteral atau parenteral total melalui protokol penanganan jika kebutuhan diet tidak terpenuhi lewat asupan peroral.
 Laporan distensi abdomen, volume residu lambung yang besar atau diare kepada dokter.
Rasional :
 Pasien memerlukan nutrien yang cukup untuk kesembuhan luka dan peningkatan kebutuhan metabolisme.
 Tindakan ini membantu menentukan apakah kebutuhan makanan telah terpenuhi.
 Suplemen ini memenuhi kebutuhan nutrisi; vitamin dan mineral yang adekuat perlu untuk penyembuhan luka dan fungsi seluler.
 Teknik intervensi nutrisi menjamin terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
 Tanda-tanda ini dapat menunjukkan intoleransi terhadap jalur atau tipe pemberian nutrisi.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan denngan luka bakar terbuka.
Intervensi :
 Bersihkan luka, tubuh dan rambut setiap hari.
 Laksanakan perawatan luka sesuai dengan preskripsi medik.
 Oleskan preparat antibiotik topikal dan memasang balutan sesuai dengan ketentuan medik.
 Cegah penekanan, infeksi dan mobilisasi autograft.
 Berikan dukungan nutrisi yang memadai.
 Kaji luka dan lokasi graft. Laporkan tanda-tanda kesembuhan yang buruk, pelekatan graft yang jelek atau trauma kepada dokter.
Rasional :
 Pembersihan setiap hari akan mengurangi potensi kolonisasi bakteri.
 Perawatan akan mempercepat kesembuhan luka.
 Perawatan luka akan mengurangi kolonisasi bakteri dan mempercepat kesembuhan.
 Tindakan ini akan mempercepat pelekatan graft dan kesembuhan.
 Nutrisi yang memadai sangat penting untuk pembentukan granulasi yang normal dan kesembuhan.
 Intervensi dini untuk mengatasi kesembuhan luka atau pelekatan graft yang buruk sangat esensial. Luka bakar yang menjalani pencangkokan kulit atau yang baru sembuh sangat rentan terhadap trauma.
5. Nyeri berhubungan dengan serabut saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka.
Intervensi :
a. kaji tingkat nyeri dengan skala nyeri. Amati indikator nonverbal yang menunjukkan rasa nyeri; muka meringis, takikardia, tangan yang mengepal.
b. Jelaskan pada pasien mengenai perjalanan nyeri yang lazim terjadi pada kesembuhan luka dan berbagai pilihan untuk pengendalian nyeri.
c. Berikan preparat analgetik sebelum rasa nyeri bertambah parah.
d. Berikan instruksi dan membantu pasien dalam melaksanakan teknik relaksasi, imajinasi dan distraksi.
e. Berikan preparat anti ansietas dan anti pruritus jika diperlukan.
f. Lumasi luka bakar yang sedang sembuh dengan air atau losion berbahan dasar silika.
Rasional :
g. Data-data hasil pengkajian nyeri akan memberikan informasi dasar untuk mengkaji respons terhadap intervensi.
h. Pengetahuan akan mengurangi rasa takut terhadap hal-hal yang tidak diketahui dan menyampaikan berbagai cara pengendalian nyeri kepada pasien.
i. Rasa nyeri lebih mudah dikendalikan jika diatasi sebelum nyeri bertambah parah.
j. Tindakan non farmakologik untuk mengatasi nyeri akan memberikan berbagai cara intervensi yang dapat mengurangi sensasi nyeri.
k. Preparat ini akan membantu meningkatkan kenyamanan pasien.
l. Preparat ini akan mengurangi perasaan kencang pada kulit.
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan edema serta rasa nyeri pada luka bakar dan kontraktur persendian.
Intervensi :
 Atur posisi dengan seksama untuk mencegah posisi yang terfiksasi pada daerah tubuh yang terbakar.
 Laksanakan latihan rentang gerak beberapa kali sehari.
 Bantu pasien untuk duduk dan ambulasi dini.
 Gunakan bidai dan alat-alat latihan yang dianjurkan oleh spesialis terapi oksupasi dan fisioterapi.
 Dorong perawatan mandiri sampai taraf yang sesuai dengan kemampuan pasien.
Rasional :
 Pengaturan posisi yang benar akan mengurangi resiko terjadinya kontraktur fleksi.
 Latihan renang gerak akan meminimalkan atrofi otot.
 Mobilitas dini mendorong peningkatan pemakaian otot-otot.
 Alat-alat tersebut akan mendorong aktivitas pasien sementara posisi sendi yang benar tetap dipertahankan.
 Perawatan mandiri akan mempercepat kemandirian maupun peningkatan aktivitas.
7. Koping individual tidak efektif berhubungan dengan perasaan takut dan ansietas cemas, berduka dan dependensi pada pemberi perawatan.
Intervensi :
 Kaji kondisi pasien untuk mengetahui kemampuan koping dan strategi koping yang dilaksanakan dengan berhasil di masa lalu.
 Tunjukkan penerimaan pada pasien. Berikan dukungan dan umpan balik yang positif.
 Bantu pasien untuk menetapkan tujuan jangka pendek yang dapat dicapainya guna meningkatkan independensi pada aktivitas hidup sehari-hari.
 Gunakan pendekatan multidisiplin untuk mempercepat mobilitas dan independensi.
 Konsultasi dengan anggota tim perawatan pasien untuk membantunya dalam mengatasi perilaku yang regresif atau maladaptif.
Rasional :
 Data-data psikososial akan memberikan informasi dasar untuk merencanakan perawatan.
 Penerimaan akan mendorong timbulnya harga diri dan proses yang berkelanjutan ke arah independensi.
 Penetapan tujuan jangka pendek akan membawa kepada pola keberhasilan bagi pasien. Tujuan jangka panjang mungkin tidak realistik atau tidak dapat dicapai.
 Kolaborasi memanfaatkan keahlian dari profesi atau spesialis yang lain.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan luka bakar.
 Kaji persepsi klien dan keluarganya tehadap dampak luka bakar pada fungsi keluarga.
 Tunjukkan keinginan untuk mendengarkan. Berikan dukungan yang realistik.
 Rujuk keluarga pada unit pelayanan sosial dan sumber-sumber pendukung lainnya jika diperlukan.
 Jelaskan pola strategi koping pasien yang lazim dalam menghadapi luka bakar kepada keluarga. Bicarakan cara-cara yang dapat mereka gunakan untuk mendukung pasien.
Rasional :
 Data-data hasil penelitian memberikan informasi dasar untuk perencanaan perawatan.
 Sikap yang empatik memudahkan pasien untuk mengutarakan keprihatinannya dengan kata-kata.
 Kolaborasi membantu mengatasi keprihatinan secara komprehensif.
 Penjelasan membantu mengurangi ansietas terhadap hal-hal yang tidak diketahui dan mempermudah intervensi yang tepat oleh keluarga terhadap pasien.
9. Kurang pengetahuan mengenai proses penanganan luka bakar.
Intervensi :
 Kaji kesiapan pasien dan keluarganya untuk belajar.
 Jajaki pengalaman pasien dan keluarganya yang berhubungan dengan perawatan di rumah sakit dan penyakit.
 Tinjau proses penanganan luka bakar bersama pasien dan keluarganya.
 Jelaskan pentingnya partisipasi pasien dalam perawatan untuk memperoleh hasil-hasil yang optimal.
 Jelaskan lama waktu yang diperlukan untuk sembuh dari luka bakar.
Rasional :
 Terbatasnya pendidikan mengurangi kemampuan pasien dan keluarganya untuk menerima informasi.
 Informasi ini memberikan data-data dasar untuk penjelasan dan indikasi yang menunjukkan harapan pasien serta keluarganya.
 Mengetahui apa yang akan terjadi mempersiapkan pasien dan keluarganya dalam menghadapi kejadian mendatang.
 Informasi ini memberikan arah yang spesifik kepada pasien.
 Kejujuran meningkatkan harapan realistis.
• Perawatan Luka Bakar Selama Fase Rehabilitatif
Pengkajian
Informasi mengenai tingkat pendidikan pasien, pekerjaan, kegiatan rekreasi, latar belakang budaya, agama dan interaksi keluarga harus didapat secara dini. Konsep diri, status mental, respons emosional terhadap luka bakar serta perawatan di rumah sakit, tingkat fungsi intelektual, perawatan dirumah sakit yang sebelumnya, respons terhadap rasa nyeri serta tindakan untuk meredakan nyeri dan pola tidur, juga merupakan komponen yang esensial dari suatu pengkajian yang komprehensif. Informasi tentang konsep diri pasien secara umum, penghargaan terhadap dirinya dan strategi koping di masa lalu akan berguna dalam memenuhi semua kebutuhan emosional.
Pemeriksaan jasmani yang perlu dilakukan sehubungan dengan tujuan rehabilitasi mencakup latihan rentang gerak pada persendian yang terkena luka bakar, kemampuan fungsional dalam aktivitas hidup sehari-hari, tanda-tanda dini ruptura kulit akibat bidai atau alat pengatur posisi, bukti adanya neuropati (kerusakan neurologi), toleransi terhadap aktivitas dan kualitas atau kondisi kulit yang tengah sembuh. Partisipasi pasien dalam perawatan dan kemampuannya untuk memperlihatkan perawatan mandiri seperti ambulasi, makan, pembersihan luka serta pemasangan verban tekan harus dicatat secara teratur. Disamping semua parameter pengkajian ini, komplikasi dan penanganan yang spesifik pula.
Pemulihan dari luka bakar meliputi setiap sistem tubuh, sehingga pengkajian terhadap pasien luka bakar harus bersifat paripurna(komprehensif) dan berkelanjutan. Skala prioritas akan bervariasi pada berbagai waktu yang berbeda pada fase rehabilitasi.
Diagnosa Keperawatan :
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan rasa nyeri ketika melakukan latihan, mobilitas sendi yang terbatas, pelisutan otot dan ketahanan tubuh (endurance) yang terbatas.
Intervensi :
 Pertahankan posisi tubuh yang tepat dengan dukungan atau belat, khususnya untuk luka bakar diatas sendi.
 Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi jari secara sering.
 Lakukan rehabilitasi pada penerimaan.
 Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif.
 Beri obat sebelum aktivitas/ latihan.
 Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan individual.
Rasional :
 Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas dan mencegah kontraktur, yang lebih mungkin diatas sendi.
 Edema dapat memperngaruhi sirkulasi pada ekstremitas mempotensialkan nekrosis jaringan/ terjadinya kontraktur.
 Akan lebih mudah untuk membuat partisipasi bila pasien menyadari kemungkinan adanya penyembuhan.
 Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut dan kontraktur; meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dari tulang.
 Menurunkan kekakuan otot/ jaringan dan tegangan memampukan pasien untuk lebih aktif dan membantu partisipasi.
 Meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan membantu proses perbaikan.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada penampakan fisik dan konsep diri.
Intervensi :
 Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat.
 Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan, marah, kedukaan dan kemarahan. Perhatikan perilaku menarik diri dan penggunaan penyangkalan.
 Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan, dan menyusun tujuan dalam keterbatasan.
 Berikan harapan dalam parameter situasi individu; jangan memberikan keyakinan yang salah.
 Dorong interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitasi.
Rasional :
 Episodic traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tak diantisipasi, membuat perasaan kehilangan pada kehilangan aktual/ yang dirasakan. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
 Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan. Ini tidak membantu atau kemungkinan mendorong pasien sebelum siap untuk menerima situasi. Penyangkalan mungkin lama dan mungkin mekanisme adaptif, karena pasien tidak siap mengatasi masalah pribadi.
 Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat.
 Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas.
 Mempertahankan/membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga.
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah sesudah pasien pulang dari rumah sakit dan kebutuhan tindak lanjut.
 Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang.
 Kaji ulang perawatan luka bakar, graft kulit dan luka. Identifikasi sumber yang tepat untuk perawatan pasien rawat jalan dan bahannya.
 Diskusikan perawatan kulit contoh penggunaan pelembab dan pelindung sinar matahari.
 Jelaskan proses jaringan parut dan perlunya untuk penggunaan pakaian penekan yang tepat bila menggunakan.
 Dorong kesinambungan program latihan dan jadwalkan periode istirahat.
 Tekankan pentingnya melanjutkan pemasukan diet tinggi kalori/ protein.
 Tekankan perlunya/pentingnya mengevaluasi perawatan/rehabilitasi.
Rasional :
 Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
 Meningkatkan kemampuan perawatan diri setelah pulang dan meningkatkan kemandirian.
 Gatal, lepuh dan sensitivitas luka yang sembuh/sisi graft dapat diharapkan selama waktu lama.
 Meningkatkan pertumbuhan kulit kembali yang optimal, meminimalkan terjadinya jaringan parut hipertroffik dan kontraktur dan membantu proses penyembuhan.
 Mempertahankan mobilitas, menurunkan komplikasi dan mencegah kelelahan, membantu proses penyembuhan.
 Nutrisi optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.
 Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang kontinu dan perubahan terapi dibutuhkan untuk mencapai penyembuhan optimal.